Senin, 22 Oktober 2018

OPINI TINDAK-TANDUK MAHASISWA


OPINI TINDAK-TANDUK MAHASISWA
Oleh Makmur (Kabid Humas Birokrasi)


            Mempunyai kesempatan mengenyam ilmu pengetahuan di bangku sekolah pastinya impian setiap individu. Apalagi bisa melanjutkan kejenjang pendidikan tinggi atau perguruan tinggi (PT).
          Pastinya kebanggaan tersendiri yang dirasakan. Sebab, tidak semua orang mempunyai kesempatan bisa merasakan kehidupan universitas atau familiar dengan sebutan kampus. Banyak yang menginginkan, akan tetapi banyak faktor pula yang menghalangi dan menjadi penghambat.
          Di- era Milenial ini tidak jarang terdengar ungkapan terkait pentingnya sebuah pengakuan dan legalitas pada tatanan stratifikasi sosial, Khususnya jenjang dan latar belakang pendidikan. Hal itu bukan hanya buaian. Akan tetapi, realitas dan fakta dilapangan menuntut akan hal itu dan sering kali menjadi topik pembicaraan.
          Bukan rahasia lagi pastinya, bahwa segala aspek yang berkaitan dengan sebuah profesi yang ditekuni nantinya kerap kali harus dibuktikan dengan selembar kertas sertifikat (Ijazah dan nilai) sebagai legitimasi (keabsahaan) seseorang memiliki potensi diri dan skill yang mumpuni, terlebih menguasai disiplin pengetahuan tertentu.
          Lagi- lagi hal tersebut sepertinya menjadi salah satu kebutuhan pokok memperkuat identitas seseorang dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Maka tidak jarang pula ditemukan pelajar purna Sekolah Menengah Atas (SMA/MA/MA sederajat) berbondong- bondong mendaftarkan diri sebagai mahasiswa walaupun dari plosok desa.
          Terlepas dari tuntutan pengakuan sosial kemasyarakatan (legalitas stratifikasi sosial), memang menuntut ilmu pengetahuan tidak terjerat dengan batas waktu. Sebab, manusia sejak lahir hingga menemui ajalnya butuh pengetahuan yang sifatnya selalu dinamis dan tidak statis.
          Hal ini diperkuat dengan perkembangan yang terjadi. Dimana seseorang dituntut mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang setiap kali selalu butuh pembaharuan. Dalam artian, setiap fenomena yang terjadi butuh jawaban yang rasioanal dan mampu menjadi pembenaran adagium publik walaupun sifatnya tidak absolut (mutlak).
          Mahasiswa merupakan sebuah gelar yang disandangkan kepada seseorang yang sudah resmi diterima di sebuah perguruan tinggi atau kampus, baik Negeri (PTN) maupun Swasta. Hal ini biasanya dibuktikan dengan bukti penerimaan secara administratif dari pihak akademik. Lalu diperkuat dengan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) dan momor Nomor Induk Mahasiswa (NIM) atau Nimko.
          Disisi lain, mahasiswa dikenal sebagai salah satu mahluk tuhan yang memiliki kapasitas, elektabilitas dan kredibilitas tinggi pada tatanan masyarakat. Disamping itu, kemampuan nalar mahasiswa dianggap melebihi rata rata dan kerap menjadi tumpuhan masyarakat apabila sedang menghadapi sebuah persoalan.
          Demikian itu bukan tanpa alasan. Pengakuan akan kesaktian mahasiswa untuk mampu memecahkan persoalan dan turut serta menjadi pion- pion perubahan tidak jarang diungkapkan oleh mayoritas penduduk negeri. Sehingga mahasiswa dijuluki sebagai agent perubahan (cange).
           Keaktifan menjadi pelopor dan menyuarakan sebuah konsep yang ideal menuju arah yang lebih baik juga tidak sulit ditemukan pada manusia yang menyandang status mahasiswa.  Bahkan, tidak jarang kelompok sosial terpelajar ini menjadi corong menyampaikan problem- problem yang dianggap tidak pro terhadap masyarakat. Julukannya pun tidak hanya dijadikan sebagai agen Of cange, melainkan menyandang status sebagai pengontrol sosial (control sosial).
          Selanjutnya, yang namanya mahasiswa kerap kali tidak puas terhadap suatu hal yang sifatnya stagnan. Kadang, agar sesuatu itu bisa berkembang dan melahirkan sebuah konsep baru dan mampu diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berbagai cara dilakukan untuk mewujudkannya. Akan tetapi bukan tanpa dasar, melainkan sebuah analisis, kajian, dan diskusi dilakukan dan berusaha dipertanggung jawabkan secara akademis dan sosial, bahkan agama. Sehingga Iron Stock disandangkan kepadanya.
          Sebagai insan yang mempunyai ilmu pengetahuan, mahasiswa tidak lepas dari penilaian masyarakat. Mayoritas rujukan prilaku positif dikaitkan terhadap orang orang yang berpendidikan tinggi (Mahasiswa).
          Sehingga mahasiswa dipercaya sebagai panutan dan contoh moralitas. Maka penyandangan akan istilah moral force kembali diterima mahasiswa.
          Pertanyaannya, apakah semua orang yang duduk dibangku kuliah secara keseluruhan bisa menyandang 4 status tersebut (Agen Of cenge, Control sosial, Iron Stoke dan Moral Force) ? Selanjutnya, tipe mahasiswa seperti apa yang masuk dalam kategori teraebut?.
          Pasti pertanyaan ini sangat mudah dijawab secara lisan dan sulit dibuktikan dengan tindakan. Anehnya, harapan dan kepercayaan masyarakat akan mahasiswa begitu besar. Karena anggapan yang ada selain memiliki pengetahuan yang matang, juga tindakan yang dilakukan sudah melalui kajian dan pertimbangan secara akademis dan moralitas.
          Bahkan mahasiswa ditempatkan pada posisi yang cukup istimewa dan cukup disegani. Karena, selain bisa menjadi corong menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah, juga bisa bersinergi dengan birokrasi untuk kepentingan rakyat. Ungkapan kata- kata akan kejayaan mahasiswa  yang sangat dahsat tak lain, "Mahasiswa Takut ke Dosen, Dosen takut Ke Mentri, Mentri Takut Ke Presiden, dan Presiden Takut terhadap mahasiswa". Terbukti, runtuhnya rezim orde baru tidak lepas dari gerakan mahasiswa yang dikenal dengan aktifis 98.
           Lantas mahasiswa seperti apa yang memang diharapkan masyarakat untuk mewujudkan cita cita kemerdekaan?. Pastinya  4 gelar yang disandangkan tersebut harus bisa menyatu dengan tubuh mahasiswa. Dan itu tidak mudah, dan butuh proses panjang.
          Sebagai insan akademis, maka apa yang dilontarkan mahasiswa harus berdasar serta mampu dipertanggung jawabkan secara akademis. Hal ini tidak semerta- merta bisa dikuasi jikalau tidak dilakukan prosesnya tidak melalui proses akademis, diantaranya dengan membaca dan memperkaya literatur disiplin pengetahuan, kajian, diskusi dan forum ilmiah lainnya.
          Tindakan seorang mahasiswa harus menjadi inspirasin dan penggugah Ghiroh (penyemangat) serta bernilai manfaat untuk kemaslahatan bersama. Tentunya tidak melanggar asas konstitusi negara yang diantaranya meliputi UUD 45, Pancasila, Binnika Tunggal Ika, dan perundang- undangan lainnya, serta kearifan lokal (local wisdown) yang berlaku.
          Selain itu, mahasiswa dituntut peka terhadap realitas yang terjadi kepada masyarakat bawah. Idealisme yang tertanam dalam hati nurani dan fikiran diharapkan mampu menjadi pion pion perubahan sebenarnya. Bukan sebaliknya, yakni menjadi blenggu dan perampas hak rakyat, parahnya berani menjadi penjilat rakyat. Sungguh memalukan apabila hal ini terjadi.
          Proses belajar peka terhadap hal demikian itu sulit didapatkan pada saat jam perkuliahan berlangsung. Kenapa demikian, sebab pada saat kegiatan akademik dilaksanakan, fokus disiplin pengetahuan kebanyakan berkutat pada teori- teori fokus mata kuliah saja. Bahkan yang terjadi sering kali hanya disibukkan dengan tugas mata kuliah yang selesai pada presentasi makalah untuk perolehan nilai. Hal ini tidak salah dan budaya akademik. Mahasiswa pun harus mematuhi. Akan tetapi, jangan sampai larut akan zona itu. Karena, diluar sana masih banyak disiplin pengetahuan lain yang harus digali, di ekspolrasi dan eksploitasi.
          Kemampuan peka terhadap keadaan, apalagi berani mengambil tindakan walaupun tidak signifikan sangat sukar didapat pada waktu jam kuliah. Kebanyakan demikian ini mampu diserap melalui wadah organisasi baik intra maupun ektra.
          Mahasiswa, selain sebagai insan akademis juga sebagai mahluk sosial yang tidak lepas dari kelompok masyarakat. Disaat kembali ke kampung halaman, tidak jarang problem problem maayarakat dihadapi dan butuh penyelesaian. Untuk belajar hal itu, berorganisasi salah satu cara memahami kelompok sosial yang sifatnya plural. Belajar peka tergadap permasalahan, belajar memahami antara satu dan lainnya, belajar menganalisa masalah, memecahkan masalah bahkan memberikan solusi tidak sulit ditemukan di lingkungan organisasi.
          Banyak orang  besar dan berpengaruh di negera kita bahkan mendunia bukan hanya lebel kampusnya yang besar. Melainkan ada wadah lain yang mendukung. Dan salah satu contoh yang terus diperkenalka
          Sebagai sejarah awal mula indonesia meraih kemerdekaan tidak lepas dari lahirnya organisasi. Kala itu, orang orang terpelajar berkumpul dan bersatu dalam sebuah wadah yang dikenal dengan perkumpulan budi utomo. Organisasi ini lahir pada tahun 1908 dan menjadi pemicu  gerakan bersama melawan penjajah (kolonial) yang kala itu pula dikenal dengan hari kebangkitan nasional.
          Oleh karena itu, mahasiswa tidak cukup masuk kelas dan rajin mengikuti mata kuliah yang telah dijadwalkan oleh akademik. Akan tetapi, untuk bisa mengemban amanah dan tanggung jawab sebagai mahasiswa dituntut mampu menguasi disiplin pengetahuan, beretorika, berkarya dan bergerak demi kepentingan bangsa dan bernegara.
          Nilai IPK memang penentu kelulusan. Akan tetapi, sebagai mahasiswa yang nantinya akan dinobatkan sebagai sarjana (S-1) dan memiliki tempat khusus dalam kehidupan sosial harus mampu melatih diri dan siap terjun dalam kehidupan masyarakat yang sebenarnya. Kampus sebagai miniatur negara kecil harus dijadikan sarana melatih diri dalam segala aspek. Baik pemerintahan, sosial, agama, budaya, tradisi dan semacanya. Karena menurut bung karno, kampus adalah ladang bagi mahasiswa untuk belajar hidup bersama, belajar berkelompok, dan memahami satu sama lain dalam perbedaan.
          Terakhir, ketika nantinya mahasiswa sudah menyandang gelar sarjana pastinya tidak akan kaget dan siap berbaur dan menuangkan hasil dari petualangan menggali pengetahuan di lingkungan kampus untuk kepentingan bersama. Karena sarjana yang baik, dia yang kembali ke kampung halamannya dan mengabdikan diri demi kesejahteraan berasama. Dimanapun kita berdiri, duduk bahkan terlentang, maka harus menggoreskan sejarah. Dan sejarah bangsa ini meraih kemerdekaan tidak lepas dari perjuangan rakyat. Dan rakyat tidak lepas dari arahan dan komando orang orang terpelajar yang berorganisasi. Dan berorganisasi bukti nyata para funding Father bangsa meraih kemerdekaan bersama raktyat.

0 comments:

Posting Komentar